Hidayat Kampai: Mewujudkan Otentifikasi Masakan Minang Perantauan

    Hidayat Kampai: Mewujudkan Otentifikasi Masakan Minang Perantauan

    WIRAUSAHA-Belakangan ini, kita digemparkan oleh insiden razia yang dilakukan oleh Paguyuban Rumah Masakan Padang Cirebon (PRMPC) terhadap beberapa rumah makan Padang di wilayah Cirebon. Sebagai pendamping UMKM, saya merasa perbuatan ini sangat tidak pantas dan melampaui batas. Aksi yang dilakukan PRMPC ini seakan-akan merebut hak pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya. Tindakan seperti ini mencerminkan kesewenang-wenangan yang semestinya menjadi perhatian serius pihak berwajib. Mereka perlu segera mengambil langkah hukum yang tegas agar para pelaku UMKM merasa terlindungi dan terbebas dari tekanan pihak-pihak yang semestinya menjadi mitra, bukan sebaliknya.

    Pasca peristiwa ini, muncul stiker penanda “RM Padang Berlisensi” yang dikeluarkan oleh Ikatan Keluarga Minang (IKM) sebagai bentuk autentikasi bagi rumah makan yang menyajikan kuliner khas Minang. Secara niat, hal ini patut diapresiasi, mengingat upaya tersebut bertujuan menjaga khazanah lokal kuliner Minang sekaligus menjadi penanda bagi konsumen atas otentisitas masakan yang mereka nikmati. Namun, kata “lisensi” yang digunakan pada stiker ini dirasa kurang tepat. IKM bukanlah lembaga resmi yang memiliki kewenangan untuk memberikan izin atau sertifikasi. Kata “lisensi” cenderung mengandung makna legalitas atau perizinan resmi, sehingga penggunaan istilah ini bisa menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.

    Sebagai gantinya, saya berpendapat istilah yang lebih tepat adalah “Stiker Otentikasi Masakan Minang” yang bersifat sukarela. Hal ini bisa menghilangkan kesan eksklusivitas dan otoritas berlebihan, serta mengarahkan pada tujuan yang lebih inklusif dalam mempromosikan kuliner Minang. Lebih jauh lagi, seluruh paguyuban masyarakat Minang, baik yang ada di daerah maupun di perantauan, seharusnya diberi kesempatan untuk membuat stiker autentifikasi serupa. Dengan demikian, tidak hanya satu organisasi yang memiliki hak, melainkan seluruh masyarakat Minang dapat terlibat dalam menjaga dan mempromosikan budaya kuliner mereka.

    Sebagai contoh, saya berasal dari Lengayang, Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Di sini terdapat paguyuban Ikatan Keluarga Wilayah Lengayang (IKWAL) yang juga memiliki komitmen kuat dalam melestarikan budaya Minang. IKWAL bisa mengeluarkan “Stiker Otentifikasi Masakan Minang” yang mencerminkan ciri khas kuliner Lengayang, yang tentu memiliki keunikan tersendiri dibandingkan daerah Minang lainnya. Sebab, masakan Minang sejatinya memiliki variasi yang kaya, setiap daerah asal membawa kekhasan masing-masing yang memperkaya ragam kuliner Nusantara.

    Menghargai dan mengakui perbedaan setiap daerah dalam menciptakan citarasa masakan Minang merupakan cara bijak untuk menunjukkan keunikan kuliner ini kepada publik. Stiker otentifikasi seharusnya tidak dimaknai sebagai lisensi, melainkan sebagai tanda pengenalan identitas daerah asal masakan, sebuah sarana untuk memperkenalkan keberagaman dalam satu kesatuan. Dalam konteks yang lebih luas, langkah ini bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain dalam mengemas keunikan kuliner mereka agar tidak hilang tergerus zaman.

    Semoga peristiwa ini menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk lebih bijak dalam mengelola keaslian budaya tanpa harus memaksakan kehendak kepada para pelaku UMKM. Sebab, menjaga autentisitas kuliner tidak hanya tentang memberikan penanda, tetapi juga tentang merangkul keberagaman dalam satu jati diri yang kita sebut Minang.

    Jakarta, 3 November 2024

    Hidayat Kampai

    hidayat kampai minang
    Dr. Hidayatullah

    Dr. Hidayatullah

    Artikel Sebelumnya

    Hendri Kampai: Jangan Mengaku Jurnalis Jika...

    Artikel Berikutnya

    Hidayat Kampai: Menjawab Teka-teki "Manfaat"...

    Berita terkait